[Review Novel] The Architecture Of Love by Ika Natasha

30292329

Judul : The Architecture Of Love

Penulis: Ika Natassa

Editor: Rosi L. Simamora

Desain sampul: Ika Natassa

Ilustrasi isi: Ika Natassa

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

ISBN: 978-602-03-2926-0

Cetakan pertama, 10 Juni 2016

304 halaman

Sinopsis :

New York mungkin berada di urutan teratas daftar kota yang paling banyak dijadikan setting cerita atau film. Di beberapa film Hollywood, mulai dari Nora Ephron’s You’ve Got Mail hingga Martin Scorsese’s Taxi Driver, New York bahkan bukan sekadar setting namun tampil sebagai “karakter” yang menghidupkan cerita.

Ke kota itulah Raia, seorang penulis, mengejar inspirasi setelah sekian lama tidak mampu menggoreskan satu kalimat pun.

Raia menjadikan setiap sudut New York “kantor”-nya. Berjalan kaki menyusuri Brooklyn sampai Queens, dia mencari sepenggal cerita di tiap jengkalnya, pada orang-orang yang berpapasan dengannya, dalam percakapan yang dia dengar, dalam tatapan yang sedetik-dua detik bertaut dengan kedua matanya. Namun bahkan setelah melakukan itu setiap hari, ditemani daun-daun menguning berguguran hingga butiran salju yang memutihkan kota ini, layar laptop Raia masih saja kosong tanpa cerita.

Sampai akhirnya dia bertemu seseorang yang mengajarinya melihat kota ini dengan cara berbeda. Orang yang juga menyimpan rahasia yang tak pernah dia duga.

“People say that Paris is the city of love, but for Raia, New York deserves the title more. It’s impossible not to fall in love with the city like it’s impossible not to fall in love in the city.”

Sebelumnya, ini adalah buku karya Kak Ika Natasha yang aku baca (ya, aku ketinggalan jaman banget yah T.T) setelah tertarik pas tahu kalau novelnya yang berjudul Critical Eleven diangkat ke layar lebar. Dan, guess what? I LOVE IT! A LOT! Aku suka bagaimana kak Ika menarasikan ceritanya. Terasa hidup, dan mampu mambawaku ke tempat yang menjadi latar utama di novel ini, New York.

Novel ini menceritakan tentang Raia, seorang penulis bestseller Indonesia. Karya nya selalu dinantikan oleh banyak penggemarnya. Tapi, selama dua tahun belakangan ini, wanita itu mengalami writer’s block karena kehilangan muse-nya yang mana adalah suaminya yang memutuskan untuk bercerai dan meninggalkannya begitu saja. Raia frustasi dan kecewa. Hal ini membuat Raia tidak mampu bahkan hanya untuk menuliskan satu kalimat saja. Akhirnya, Raia memutuskan untuk pergi ke New York dengan harapan bahwa kota itu bisa memberikannya inspirasi dan membangkitkan jiwa menulisnya. Tapi, selama dua bulan ia di New York, tidak ada perubahan sedikit pun. Raia masih belum bisa menulis satu kalimat pun.

Sampai suatu hari, Erin-sahabat Raia-mengajak wanita itu untuk menghadiri sebuah pesta tahun baru di rumah temannya. Disanalah Raia bertemu dengan sesosok pria misterius bernama, River, seorang arsitek. Pria itu menyendiri di dalam sebuah ruangan, ditemani dengan buku sketsa dan pensilnya, sibuk menggambar seakan-akan tidak ada pesta yang tengah berlangsung di dekatnya. Entah mengapa, hal ini membuat Raia merasa bahwa ia River memiliki kesamaan, yaitu mereka lebih memilih menyendiri dan menghilang dari keramaian pesta.

“Fascination is what keeps a writer going. To be able to write, a writer has to be fascinated about a particular something that becomes the idea for the story.” Hal.42

Setelah pertemuan tidak sengaja di pesta itu, Raia dan River kembali bertemu di Wollan Skating Rink, saat Raia sedang mencari inspirasi untuk tulisannya dan River yang sedang sibuk dengan buku sketsanya. Dan saat itu Raia memberanikan diri untuk mengajak River menemaninya menyusuri kota New York. Sejak itu mereka sering berjalan menyusuri kota yang tidak pernah tidur itu berdua. Raia dengan harapannya bisa mendapat inspirasi, dan River dengan buku sketsa dan pensilnya yang selalu siap untuk menggambar gedung-gedung di sekitar mereka.

Mereka terus seperti itu, berjalan berdua sebagai teman tanpa menceritakan apapun tentang kehidupan masing-masing. Mereka seperti dua orang asing yang kebetulan bertemu dan menghabiskan hari bersama. River memperkenalkan kota New York kepada Raia dengan cara yang berbeda, bahwa setiap bangunan yang ada di dalam kota itu punya ceritanya masing-masing.

Sampai suatu hari Raia menyadari bahwa kehadiran River menjadi penting baginya. Tapi dia takut, River akan meninggalkannya seperti mantan suaminya dulu. Dan, Raia tidak pernah siap untuk patah hati lagi.

“Every person has at least one secret that will break your heart.” Hal.68

“Writing is one of the loneliest professions in the world. Ketika sedang menulis, hanya ada sang penulis dengan kertas atau mesin tik atau laptop di depannya, hubungan yang tidak pernah menerima orang ketiga.” Hal.29

River, dibalik kemisteriusannya, di balik tampilannya yang selalu dilengkapi dengan sneakers cokelat, beanie abu-abu gelap dan kaus kaki berwarna hijau, menyimpan sebuah rahasia yang tidak pernah Raia duga sebelumnya. Alasan sebenarnya mengenai keberadaan River di New York. Alasan dia ‘liburan’ di kota yang tidak pernah tidur itu.

***

Aku suka. Bagaimana kak Ika mendeskripsikan mengenai bangunan-bangunan ikonik yang menjadi ciri khas kota New York, seperti Madison Square Park, Grand Central, Paley Park, Flatiron Building, di tambah dengan sketsa dari setiap tempat itu membuat pembaca bisa merasakan berdiri disana dengan hanya membaca dan membayangkannya.

Dan, hal itulah yang menjadi poin plus dalam novel ini. Pendeskripsian gedung dan suasana New York, makanan dan minuman yang Raia dan River kunjungi dengan detail diceritakan penulis yang membuat pembaca mampu merasakan seolah mereka ada disana.

Di dalam buku ini, kita juga diperlihatkan bagaimana seorang penulis menghasilkan karyanya. Bagaimana tulisan itu terasa sangat berharga bagi penulis. Kalau dalam novel ini istilahnya, buku adalah ‘anak’ dari penulis itu sendiri. Anak yang dijaga dan dibuatnya sebagus mungkin.

Beberapa kutipan yang aku suka dari buku ini :

“Tahu masalah utama perempuan? Bukan berat badan, bukan makeup, bukan jerawat, fuck any of those shit, semua ada obatnya. Tapi tahu yang nggak ada obatnya? Semua perempuan selalu jadi gampangan di depan laki-laki yang sudah terlanjur dia sayang. Bukan gampangan dalam hal seks ya maksud gue, tapi jadi gampang memaafkan, gampang menerima, gampang menerima ajakan, bahkan kadang jadi gampang percaya.” Hal.164

“Mungkin ini satu lagi kutukan perempuan. Tetap melakukan sesuatu yang dia tahu dan sadar akan berujung menyakiti, hanya karena itulah yang diinginkan seseorang yang disayanginya.” Hal.171

You know what is wrong about always searching for answers about something that happened in your past? It keeps you from looking forward. It distracts you from what’s in front of you, Ya. Your future.” Hal.237

“Laughing is always liberating. And laughing with someone is always healing, somehow.” Hal.85

Aku kasih rate 4.5/5🌟 untuk buku ini.

P.s Oh iya, panggilanya Raia buat River itu ‘Bapak Sungai’ loh

Segitu dulu review singkat dariku. Sampai ketemu di review review selanjutnya 😊

Regards,
Lunarialiva
 

Leave a comment